PENALARAN
Penalaran adalah proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar
penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya
disebut dengan konklusi (consequence).Hubungan
antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Metode dalam
menalar
1. Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum
yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode
berpikir induktif.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi
memuai.
Jika dipanaskan, tembaga
memuai.
Jika dipanaskan, emas
memuai.
Jika dipanaskan, platina
memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam
memuai.
Jika ada udara, manusia
akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan
hidup.
Jika ada udara, tumbuhan
akan hidup.
2.Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum)
dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif
sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran
yang abstrak, untuk mewujudkannya
diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang
digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep
adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang
digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan
penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan
kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga
bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak
ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa
proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan
terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai
premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan
proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran
dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya
tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai
jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
- Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
- Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PENALARAN
Penggunaan bahasa Indonesia dalam proses penalaran dimaksudkan dalam Penulisan Ilmiah yang akan disajikan pada penjelasan dibawah ini. dalam pembahasan kali ini akan di bahas proses penalaran digunakan untuk menyusun Penulisan Ilmiah.
- Konsep Ilmiah
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997) menjelaskan bahwa Ilmiah adalah
sesuatu yang didasarkan atas ilmu pengetahuan.
Kata
ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti
memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu
pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan. Agar sesuatu dapat
disebut sebagai Ilmu, Ada 4 Persyaratan Ilmiah, yakni:
1. Obyektif, Ilmu harus
memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu
dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif
berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya
yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara
tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis, Dalam
perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal, Kebenaran yang
hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat
tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan
syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar
ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Peranan
Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah
Dalam
Penyajian sebuah Konsep Ilmiah, Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting
dengan dibakukannya Ejaan sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan). Dengan Ejaan
sesuai EYD ini, Bahasa Indonesia memiliki susunan struktur bahasa yang
Obyektif, Metodis, Sistematis dan Universal.
Peranan
tersebut, mencakup penggunaan Bahasa Indonesia dalam publikasi artikel maupun
tulisan – tulisan ilmiah, baik berupa karya tulis, penulisan ilmiah, maupun
skripsi dimana penerapannya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
Beberapa
hal sederhana misalnya tentang kaidah penggunaan huruf kapital: bahwa pada
setiap awal kalimat harus diawali dengan huruf kapital, dan huruf kapital juga
dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, peristiwa
sejarah.
Selain
kaidah penggunaan huruf kapital tersebut, masih banyak aturan penggunaan Bahasa
Indonesia yang lainnya. Terkadang, dalam publikasi tulisan ilmiah juga, kita
menggunakan kata serapan dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari
bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Untuk
penulisan kata-kata serapan tersebut juga ada aturan dalam penulisannya, dimana
berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat
dibagi atas dua golongan besar.
Pertama,
unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti: reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de l’homme par I’homme.
Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya
masih mengikuti cara asing.
Kedua,
unsur serapan yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya
sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah-kaidah
tersebut tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
Dengan adanya kaidah / aturan ini, maka tulisan ilmiah yang dibuat menjadi
lebih Obyektif, Metodis, Sistematik, Terstruktur dan Universal khususnya dalam
penggunaan bahasa sesuai dengan makna konsep Ilmiah itu sendiri.
Referensi
:
·
Ratih.2012.”Pengertian Penalaran Secara Umum”.
http://akuratih.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-penalaran-secara-umum/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar