Senin, 18 Maret 2013

Sedikit Artikel Mengenai Kenaikan Harga BBM (bahan bakar minyak ) tahun 2012


Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sudah dipastikan akan membawa perubahan di semua lini sektor perekonomian. Sama halnya seperti tahun 2006, pada saat harga BBM naik, terjadi kelonjakan harga.

Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Satya W Yudha menyarankan kepada pemerintah, jika ingin menaikan harga BBM harus dilihat dari segala aspek. Pasalnya, kenaikan harga BBM bisa berdampak terhadap berbagai harga kebutuhan dan tentu akan membuat masyarakat banyak susah.

Hal itu, kata Satya, bisa dipermasalahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Nanti rakyat dihadapkan dengan fluktuasi harga minyak dan disuruh menanggung biaya itu. Ini harus hati-hati, ini bisa dibawa (diadukan) ke MK," ujar Satya, di Gedung DPR RI, Rabu (29/2/2012).

Sampai saat ini, Komisi VII belum sepenuhnya setuju dengan opsi menaikan harga subsidi sebanyak Rp 2.000. Meski opsi tersebut paling memungkinkan menyelamatkan APBN, namun masih harus dibahas di APBN-P. "Belum. Kan tadi masih ada interpretasi yang 2.000 itu walaupun dia mengatakan itu tidak menganut azas market ekonomi tetapi kan masih ada market ekonominya," papar Satya.

Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta, menilai langkah pemerintah untuk mengubah APBN 2012 karena kenaikan harga minyak dunia tidak relevan. Karena, menurut dia, APBN 2012 seharusnya telah mempertimbangkan aspek mengenai krisis atau kondisi darurat ekonomi. "Kalaulah alasan perubahan UU APBN 2012 hanya karena kenaikan (harga) BBM (bahan bakar minyak) yang mengakibatkan kenaikan subsidi menurut saya tidak relevan. Subsidi dipergunakan buat rakyat dan berasal dari uang rakyat juga," ujar Arif, di DPR, Selasa (28/2/2012).

Arif mengatakan, aspek mengenai krisis atau kondisi darurat ekonomi telah masuk dalam APBN 2012. Kondisi darurat yang dimaksud adalah jika realisasi pertumbuhan ekonomi diperkirakan satu persen di bawah target, realisasi produksi minyak lima persen di bawah asumsi, dan asumsi makro lainnya meleset minimal 10 persen dari sasaran.

Jadi, kata Arif, rencana pemerintah mengubah UU 22/2011 Tentang APBN 2012 menandakan bahwa pemerintah tidak mempersiapkan rancangan nota keuangan untuk 2012 dengan baik. "Terbukti APBN baru berjalan dua bulan pemerintah sudah panik," tegas Arif.

"Jangan hanya karena pemerintah lelet bekerja, maka krisis ekonomi dan kenaikan harga minyak dijadikan alasan untuk mengoreksi asumsi pertumbuhan dan kinerja lainnya menjadi lebih rendah daripada target awal," katanya.

Sebagai solusi terhadap kenaikan harga minyak dunia yang berimbas melonjaknya subsidi BBM, Arif mengatakan itu bisa ditutupi dengan penghematan belanja barang. Kebijakan relokasi program yang tertera di belanja barang yang sebesar Rp 140 triliun. Jika dihemat 25 persen saja maka ada Rp 35 triliun yang sudah lebih dari cukup untuk membiayai subsidi BBM.

Sumber :
    Ø  Kompas.com
    Ø  TRIBUNNEWS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar