Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sudah dipastikan akan membawa perubahan di semua lini sektor perekonomian. Sama halnya seperti tahun 2006, pada saat harga BBM naik, terjadi kelonjakan harga.
Anggota
Komisi VII dari Fraksi Golkar, Satya W Yudha menyarankan kepada pemerintah,
jika ingin menaikan harga BBM harus dilihat dari segala aspek. Pasalnya,
kenaikan harga BBM bisa berdampak terhadap berbagai harga kebutuhan dan tentu
akan membuat masyarakat banyak susah.
Hal itu, kata
Satya, bisa dipermasalahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Nanti
rakyat dihadapkan dengan fluktuasi harga minyak dan disuruh menanggung biaya
itu. Ini harus hati-hati, ini bisa dibawa (diadukan) ke MK," ujar Satya,
di Gedung DPR RI, Rabu (29/2/2012).
Sampai saat
ini, Komisi VII belum sepenuhnya setuju dengan opsi menaikan harga subsidi
sebanyak Rp 2.000. Meski opsi tersebut paling memungkinkan menyelamatkan APBN,
namun masih harus dibahas di APBN-P. "Belum. Kan tadi masih ada
interpretasi yang 2.000 itu walaupun dia mengatakan itu tidak menganut azas
market ekonomi tetapi kan masih ada market ekonominya," papar Satya.
Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta, menilai langkah pemerintah untuk mengubah APBN 2012 karena kenaikan harga minyak dunia tidak relevan. Karena, menurut dia, APBN 2012 seharusnya telah mempertimbangkan aspek mengenai krisis atau kondisi darurat ekonomi. "Kalaulah alasan perubahan UU APBN 2012 hanya karena kenaikan (harga) BBM (bahan bakar minyak) yang mengakibatkan kenaikan subsidi menurut saya tidak relevan. Subsidi dipergunakan buat rakyat dan berasal dari uang rakyat juga," ujar Arif, di DPR, Selasa (28/2/2012).
Arif
mengatakan, aspek mengenai krisis atau kondisi darurat ekonomi telah masuk
dalam APBN 2012. Kondisi darurat yang dimaksud adalah jika realisasi
pertumbuhan ekonomi diperkirakan satu persen di bawah target, realisasi
produksi minyak lima persen di bawah asumsi, dan asumsi makro lainnya meleset
minimal 10 persen dari sasaran.
Jadi,
kata Arif, rencana pemerintah mengubah UU 22/2011 Tentang APBN 2012 menandakan
bahwa pemerintah tidak mempersiapkan rancangan nota keuangan untuk 2012 dengan
baik. "Terbukti APBN baru berjalan dua bulan pemerintah sudah panik,"
tegas Arif.
"Jangan
hanya karena pemerintah lelet bekerja, maka krisis ekonomi dan kenaikan harga
minyak dijadikan alasan untuk mengoreksi asumsi pertumbuhan dan kinerja lainnya
menjadi lebih rendah daripada target awal," katanya.
Sebagai
solusi terhadap kenaikan harga minyak dunia yang berimbas melonjaknya subsidi
BBM, Arif mengatakan itu bisa ditutupi dengan penghematan belanja barang.
Kebijakan relokasi program yang tertera di belanja barang yang sebesar Rp 140
triliun. Jika dihemat 25 persen saja maka ada Rp 35 triliun yang sudah lebih
dari cukup untuk membiayai subsidi BBM.
Sumber :
Ø Kompas.com
Ø TRIBUNNEWS.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar