Definisi Proposal
Proposal
adalah rencana kerja yang disusun secara sistematis dan terinci untuk suatu
kegiatan yang bersifat formal. Proposal adalah suatu usulan kegiatan perlu
dukungan atau persetujuan pihak lain. Proposal adalah suatu bentuk rancangan
kegiatan yang dibuat dalam bentuk formal dan standar. Untuk memudahkan
pengertian proposal yang dimaksud dalam tulisan ini, kita dapat
membandingkannya dengan istilah “Proposal Penelitian” dalam dunia ilmiah (pendidikan)
yang disusun oleh seorang peneliti atau mahasiswa yang akan membuat penelitian
(skripsi, tesis, disertasi). Dalam dunia ilmiah, proposal adalah suatu
rancangan desain penelitian (usulan penelitian) yang akan dilakukan oleh
seorang peneliti tentang suatu bahan penelitian. Bentuk “Proposal Penelitian”
ini, biasanya memiliki suatu bentuk, dengan berbagai standar tertentu seperti
penggunaan bahasa, tanda baca, kutipan dll.
Hal
– hal yang perlu dimuat dalam proposal antara lain :
a.
Nama
proposal
b.
Pendahuluan
c.
Tujuan
d.
Bentuk
/ jenis kegiatan
e.
Pelaksanaan
f.
Panitia
pelaksana (terlampir)
g.
Biaya/dana
(rincian terlampir)
h.
Harapan
i.
Lampiran
Manfaat
Proposal :
Menjadi
rencana yang mengarahkan panitia dalam melaksanakan kegiatan tersebut,
menjelaskan secara tidak langsung kepada pihak – pihak yang ingin mengetahui
kegiatan dan untuk meyakinkan para donatur/ sponsor agar mereka memberikan
dukungan material maupun financial dalam
mewujudkan kegiatan yang telah direncanakan.
Ciri
– ciri proposal :
a . Proposal dibuat untuk meringkas
kegiatan yang akan dilakukan
b. Berisikan tujuan – tujuan, latar
belakang acara
c. Proposal itu berupa lembaran - lembaran pemberitahuan yang telah di jilid
yang nantinya diserahkan kepada panitia acara dan lain – lain yang sulit untuk
dijelaskan.
Jenis
– jenis proposal
Proposal
penelitian dibagi menjadi 4 yaitu :
1.
Proposal
penelitian pengembangan
Kegiatan yang menghasilkan rancangan
atau produk yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah – masalah actual. Dalam
hal ini kegiatan pengembangan ditekankan pada pemanfaatan teori – teori, konsep
– konsep, prinsip-prinsip atau temuan-temuan penelitian untuk memecahkan
masalah. Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis berdasarkan hasil kerja
pengembangan menuntut format dan sistematika yang berbeda dengan skripsi,
tesis, dan disertasi yang ditulis berdasarkan hasil penelitian.
2.
Proposal
penelitian kajian pustaka
Dalam hal ini bahan – bahan pustaka
itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru,
sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang sudah ada,
sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan atau sebagai dasar pemecahan
masalah.
3.
Proposal
penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif bersifat
deskriptif dan senderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
4.
Proposal
penelitian kuantitatif
Suatu penelitian yang pada dasarnya
menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu
kerangka teori, gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti berdasarkan
pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta
pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi)
dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.
Sistematika
pembuatan proposal antara lain :
1. Pendahuluan
Ø Berisi tentang hal-hal dan kondisi
umum yang melatarbelakangi dilaksanakan kegiatan tersebut.
Ø Hubungan kegiatan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari(nyata).
Ø Point-point pembahasan pada
pendahuluan ini, mengacu pada komponen S-W-O-T yang telah dibahas sebelumnya.
2. Dasar Pemikiran
Ø Berisi tentang dasar yang digunakan
dalam pelaksanaan, misalnya: Tri Darma Perguruan Tinggi, program kerja pengurus
dan lain-lain.
Ø Jika kegiatan tersebut bukan dari
organisasi, maka didasarkan secara umum, misalnya : Peraturan Pemerintah No
sekian.
3. Tujuan
Ø Tujuan yang ingin dicapai dalam
kegiatan tersebut ( umum dan khusus).
Ø Tentukan juga keluaran ( output )
yang dikehendaki seperti apa.
Contoh :
Contoh :
Ø Memperoleh kader-kader KMHDI.
Ø Memberi pengetahuan manajerial dan
leadership bagi calon anggota KMHDI.
Contoh
Proposal Penelitian
1.
Latar Belakang
Tidak jarang dijumpai, awal dari kesuksesan seseorang
adalah dengan membaca, sehingga ada sebuah istilah “Membaca adalah Jendela
Dunia”. Pernyataan ini menjelaskan bahwa pentingnya membaca bagi Prestasi
seseorang. Contoh orang sukses yang diawali dengan membaca, Negara maju yang
masyarakatnya gemar membaca. Agar kehidupan manusia berlangsung dinamis, Allah
SWT menciptakan manusia pada awalnya dalam kondisi buta ilmu pengetahuan.
Tetapi manusia memiliki fitrah ingin tahu, dan Allah meberikan manusia sarana
belajar yaitu hati, mata, akal, dan telinga. Manusia yang belajar dengan
menggunakan sarananya secara baik, akan memiliki ilmu yang luas dan dalam.
Mereka akan menguasai kunci-kunci untuk membangun dan memanfaatkan alam semesta
dengan sebaik-baiknya.
Akan tetapi, gelombang meterialistik yang destruktif,
yang begitu gencar melanda, telah membuat banyak anak-anak kita tidak
terarahkan secara baik. Banyak diantara mereka yang malas membaca. Tidak hanya
dijenjang sekolah yang lebih rendah, bahkan sampai diperguruan tinggi pun,
minat membaca sangat rendah. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi kualitas
ilmu mereka. Padahal potensi otak manusia sangat dahsyat. Dalam berbagai
penelitian ditunjukkan, bahwa tingkat pemanfaatan potensi otak manusia, baru
mencapai sepuluh sampai dua puluh persen.
“Tiada hari tanpa membaca”. Kalimat itu jelas taka sing
menjadi kredo (kepercayaan, keyakinan) yang menjejali berbagai ruang pencerahan
di negeri kita. Sayangnya, bagsa kita memang memiliki kebebalan rasa yang sudah
sedemikian parah. Beribu kredo, slogan, motto berderet, semua hanya menjadi
pajangan.
Akan tetapi membaca memang sebuah kebutuhan. Dengan
membaca seseorang dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan,
terangsang kreativitasnya, mendorong timbulnya keinginan untuk dapat berpikir
kritis dan sistematis, memperluas, dan memperkaya wawasan serta membentuk
kepribadian yang unggul dan komptitif.Lebih dari itu, membaca secara tidak
langsung juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, anda harus
paham, bahwa tingkat kesejahteraan itu tidak hanya diukur dari rumah-rumah yang
megah, mobil yang kinclong, ataupun pakaian rancangan para desainer kondang.
Percayakan anda, bahwa ada sepasang suami isteri bertitel Doktor, yang memiliki
karier lumayan mentereng, ternyata tak memiliki apa-apa selain koleksi buku
yang mencapai ribuan judul jumlahnya. Bahkan rumahpun masih mengontrak. Padahal
gaji mereka, anda bisa menebak, mencapai belasan juta rupiah. Jadi, kebiasaan
membaca merupakan cermin masyarakat yang sejahtera. Kok bisa? Karena dengan
membaca wawasan masyarakat akan semakin luas. Masyarakat yang berwawasan, mudah
bersikap proaktif terhadap perkembangan zaman. Mereka akan peka terhadap
kebutuhan hidunya, oleh karenya, di era millennium ini, agar bagsa kita bisa
menjadi bangsa yang tangguh, membaca menjadi prasyarat yang mutlak diperlukan.
Tidak hanya penting, tetapi juga mendesak. Karena mambaca adalah kunci membangun
peradaban.
Sedangkan
anda tahu, proses memilki ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari proses
belajar. Padahal proses belajar itu sebagian besar merupakan proses membaca.
Ilmu pengetahuan yang berkembang secara cepat, itu tidak mungkin lagi dapat dikuasai
melalui proses mendengar atau transisi dari sumber ilmu pengetahuan (guru) akan
tetapi harus melalui proses mambaca. Menurut Tilar (1999), proses
membaca adalah proses memberikan arti kepada dunia (Give meaning to the
world). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang gemar
membaca atau (Reading society) akan melahirkan masyarakat yang belajar (Learning
Society).
Payahnya minat baca anak bangsa, Rendahnya kemampuan
berbahasa yang meliputi aspek mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara
juga berarti rendahnya kemampuan mebaca. Dengan kemampuan membaca yang rendah,
kemungkinan besar minat baca yang dimilikipun rendah. Tingginya presentasi
angak bebas buta huruf di Indonesi, yakni sebesar 87% ternyata juga tidak
menjamin tingginya minat baca serta kebiasaan membaca di masyarakat kita.
Kemampuan baca seseorang dipengaruhi oleh kesiapan
membacanya. Kesapan membaca seseorang dipengaruhi oleh factor lingkungannya.
Membaca merupakan proses komunikasi. Membaca dapat juga dikatakan sebagai suatu
kerja yang aktif dan interaktif sebagai proses memahami makna, yang akan
menjadikan seseorang tertantang untuk terus berpikir. Buku menjadi bekal bagi
mereka untuk menjadi anak yang berhasil, buku itulah kuncinya. Kita harus
menanamkan pada anak bahwa buku itu segalanya. Jadi kita harus berusaha membuat
buku itu menarik.
Membaca
bisa menjadikan kaya pengetahuan, berkembang intelegensinya, kemampuan
konsentrasi serta komunikasinya. Membaca juga bisa menjadikan bijak dan
mengubah suasana hati seseorang, menjadikan seseorang mampu menghargai dan
tidak mudah meremehkan orang lain. (Elly Damaiwati. Karena buku senikmat
susu. 2007. Surakarta: Indiva Media Kreasi)
Perilaku membaca mahasiswa psikologi berbeda-beda, ada
yang ketika kuliah berlangsung, ada yang membaca ketika di rumah, ataupun ada
yang membaca melalui diskusi tatapi aktivitas ini sangat minim dilakukan. Lebih
banyak mahasiswa psikologi yang memilih berbincang-bincang dengan temannya saat
menunggu Dosen atau di tempat lain dari pada membawa buku dan membaca.
Rendahnya minat membaca mahasiswa fakultas psikologi
terlihat dari minornya mahasiswa psikologi yang mengunjungi perpustakaan UIN
Malang untuk meminjam maupun membaca buku-buku.
Sering
dijumpai mahasiswa psikologi yang tidak bisa menjelaskan tentang sejarah maupun
teori-teori besar yang sangat penting dalam ilmu psikologi (Great Theory).
Indeks prestasi tertinggi mahasiswa psikologi pada rekap
nilai wisudawan tahun 2008 adalah 3,61. Bila dibandingkan dengan fakultas
tarbiyah (PAI) yang indeks prestasi tertinggi 3,98, menunjukkan bahwa mahasiswa
psikologi tertinggal beberapa point dengan fakultas yang lain.
Jarang dijumpai mahasiswa psikologi yang membawa
buku-buku bacaan waktu masuk kuliah. Hanya beberapa orang saja yang membawa
buku sesuai dengan mata kuliah yang diikuti sedangkan yang lain biasanya hanya
membawa binder atau buku tulis.
Dari informasi-informasi yang kami peroleh diatas,
mengenai keterkaitan antara orang-orang yang sukses dengan aktivitas membacanya
yang terus-menerus. Hal tersebut membuat kami tertarik untuk meneliti
“Kebiasaan Membaca Mahasisiswa psikologi dan Prestasi Belajar Mahasiswanya”
untuk mengetahui hubungan antara keduanya.
1.
Perumusan Masalah
Dari gambaran diatas, terdapat beberapa permasalahan yang
bisa kami ajukan, diantaranya:
a. Bagaimana perilaku (kebiasaan) membaca mahasiswa
psikologi?
b. Bagaimana prestasi belajar mahasiswa psikologi?
c. Adakah korelasi antara tingkat kebiasaan membaca
dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi?
- Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, kami mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kebiasaan membaca mahasiswa psikologi
b. Untuk mengetahui prestasi belajar mahasiswa psikologi.
c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara
kebiasaan membaca dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi.
1.
Manfaat Penelitian
- Manfaat teoritis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pengetahuan terhadap ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan
dan psikologi belajar dalam mengembangkan ilmu dibidang tersebut.
- Manfaat praktis
a. Bagi pihak bidang kemahasiswaan (Akademik), khususnya
BAK Fakultas Psikologi dapat mengetahui kebiasaan membaca mahasiswa psikologi
sehingga bisa dijadikan sebagai bahan untuk pembenahan-pembenahan kurikulum
kedepannya.
b. Bagi pihak Pengurus Perpustakaan, hasil dari
penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menciptakan
lingkungan atau kondisi yang nyaman untuk membaca sehingga minat membaca
mahasiswa bisa meningkat.
c. Hasil dari Penelitian ini dapat memberikan pemahaman
Bagi Mahasiswa, khususnya mahasiswa psikologi UIN Malang tentang kebiasaan
membaca dan prestasi belajar sehingga mereka mampu untuk melihat realita yang
ada.
1.
Kajian Teori
a. Pengertian dari Perilaku (kebiasaan) membaca
Membaca
adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis.
Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa.
Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan
informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan,
khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.
Sebagian
besar kegiatan membaca sebagian besar dilakukan dari kertas. Batu
atau kapur di sebuah papan tulis bisa juga dibaca. Tampilan komputer
dapat pula dibaca.
Membaca dapat menjadi sesuatu yang dilakukan sendiri
maupun dibaca keras-keras. Hal ini dapat menguntungkan pendengar lain, yang
juga bisa membangun konsentrasi kita sendiri.
Salah satu unsur penting dalam Manajemen Diri adalah
membangun kebiasaan untuk terus menerus belajar atau menjadi manusia pembelajar
yang senantiasa haus akan informasi dan pengetahuan.
Hal
ini seperti yang dikatakan oleh Henry Ford, pendiri General Motors yang
mengatakan bahwa “Anyone who stops learning is old, whether at twenty
or eighty. Anyone who keeps learning stays young. The greatest thing in life is
to Keep your mind young.”
Tidak peduli berapapun usia kita, jika kita berhenti
belajar berarti kita sudah tua, sedangkan jika senantiasa belajar kita
akan tetap awet muda. Karena hal yang terbaik di dunia akan kita peroleh dengan
memelihara pikiran kita agar tetap muda.
Salah satu cara paling efektif untuk belajar adalah
dengan membaca. Namun sayangnya sebagian besar kita tidak pernah punya waktu
untuk membaca. Alasan utama yang sering kita sampaikan adalah kesibukan
pekerjaan. Kita terjebak dalam rutinitas dan tekanan pekerjaan sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk mengasah gergaji kita, seperti yang diceritakan oleh
Stephen Covey dalam bukunya”The 7 Habits of Highly Effective People” sebagai
berikut:
Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang sedang
terburu-buru menebang Sebatang pohon di hutan.
“Apa yang sedang Anda kerjakan?” Anda bertanya.
“Tidak dapatkah Anda melihat?” demikian jawabnya dengan
tidak sabar.
“Saya sedang menggergaji pohon ini.”
“Anda kelihatan letih!” Anda berseru. “Berapa lama Anda
sudah mengerjakannya?”
“Lebih dari lima jam,” jawabnya, “ dan saya sudah lelah!
Ini benar-benar kerja keras.”
“Nah, mengapa Anda tidak beristirahat saja beberapa menit
dan mengasah
Gergaji itu?” Anda bertanya. “Saya yakin Anda akan dapat
bekerja jauh lebih cepat.”
“Saya tidak punya waktu untuk mengasah gergaji,” orang
itu berkata dengan tegas. “Saya terlalu sibuk menggergaji.”
Bahkan menurut Covey, kebiasaan mengasah gergaji
merupakan kebiasaan yang paling penting karena melingkupi kebiasaan-kebiasaan
lain pada paradigma tujuh kebiasaan manusia efektif. Kebiasaan ini memelihara
dan meningkatkan aset terbesar yang kita miliki yaitu diri kita. Kebiasaan ini
dapat memperbarui keempat dimensi alamiah kita – fisik, mental, spiritual, dan
sosial/emosional.
Membaca merupakan salah cara kita untuk memperbaiki dan
meningkatkan efektifitas diri kita. Meskipun kita memiliki “keterbatasan
waktu”, kita tetap perlu mengasah gergaji kita. Caranya adalah dengan menguasai
cara membaca yang efektif sehingga waktu yang kita gunakan menjadi efisien.
b. Berbagai bentuk atau pola membaca seseorang
Kebanyakan model teoritis yang ada mengenai proses
membaca mencoba menjawab pertanyaan bagaimana orang mengenali kata-kata yang tercetak
dalam bacaan. Karena itu, hamper semua model terfokus pada
pertanyaan-pertanyaan berikut (Wolf dkk 1988: dalam Gleason dan Ratner 1998:
425).
1. Apakah kata dikenali dengan mengakses representasi
kata itu secara keseluruhan, ataukah dengan mengakses fitur-fitur seperti
bentuk huruf, gabungannya menjadi suku, kemudian kata dan sebagainya?.
2. apakah kata dikenali dengan akses langsung ke makna
ataukah melewati wujud fonologisnya?
3. Apakah pengenalan kata itu menyangkut proses yang
berseri ataukah proses yang simultan?
4. Apakah pengenalan kata itu terutama dibantu oleh
konteks (dari atas ke bawah) ataukah dari bawah ke atas? Ataukah merupakan
interaksi antara kedua-duanya?
5. apakah pengenalan kata itu terjadi melalui aktivasi
atau melalui pencarian di kamus mental kita?”
Berikut adalah beberapa model yang menjawab sebagian dari
pertanyaan-pertanyaan diatas.
- Model atas ke bawah
Smith (1971, dalam Gleason dan Ratner 1998;426)
mengajukan model atas ke bawah yang prototipikal. Dalam model ini, representasi
yang mewakili kata dalam memori kita adalah fitur-fitunya seperti garis lurus,
setengah lingkaran, dan letaknya. Pada waktu sebuah kata dibaca, fitur-fitur
ini bermunculan, tetapi hanya fitur-fitur yang cocok, persis dengan apa yang
ada dalam leksikon mental itulah yang akhirnya dipilih. Akan tetapi, retrival
fitur-fitur ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki dan konteks
dimana kata itu dipakai. Seandainya kata yang tertulis dalam suatu kalimat
anting seperti pada kata “Kucing itu sedang dikejar anting” maka tidak mustahil
bahwa pembaca akan menafsirkan kata anting sebagai salah cetak.
Pemakaian konteks sebagai pembantu menimbulkan
kontroversi karena dari penelitian yang lain ditemukan bahwa orang hanya
menerka 1 dari 4 kata dalam konteks dimana kata itu dipakai. Sebaliknya, fitur
yang membentuk kata banyak mendapat dukungan karena wujud dan macam huruf
(font) seperti apapun yang dipakai, kita tetap saja bisa membacanya.
- Model bawah ke atas
Landasan dasar untuk model yang disebut juga sebagai model
yang berdasarkan stimulus, adalah bahwa rekognisi terjadi secara diskrit,
berhierarki, dan bertahap. Informasi yang ada pada suatu tahap dimanfaatkan
untuk membangun tahap berikutnya. Karena itu pada tahap ini ada tahap sensori,
tahap rekognisi, dan tahap interpretasi. Bila ditemukan makna dari kata itu,
maka selesailah sudah proses interpretasi kata itu. Seandainya kata yang dibaca
tidak ditemukan maknanya, maka pembaca dapat menolak kata itu sebagai kata
bahasa Indonesia, atau dia akan bertanya kepada orang lain, atau melihat
dikamus, untuk mengetahui makna kata itu.
Ada beberapa model lain seperti model Whole-Word, model
component-letter, dan model lagogen yang menangani aspek-aspek lain dalam
membaca yang akan terlalu rinci untuk disajikan disini (Lihat Gleason dan
Ratner 1998: 427-436).
Tentunya, membaca bukan berhenti pada rekognisi kata demi
kata saja tetapi mencakup berkaitan antara satu kata dengan kata lain. Hal ini
berarti bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks karena ia menyangkut
berbagai kemampuan linguistic dan pengetahuan yang ekstralinguistik.
(Psikolinguistik. Pengantar
pemahaman bahasa manusia. soenjono dardjowidjojo. 2003. Jakarta: yayasan obor
Indonesia).
Cara membaca yang menyenangkan
Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya
memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting
untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Tanpa bisa membaca, manusia dapat
dikatakan tidak bisa hidup di zaman sekarang ini. Sebab hidup manusia sangat
bergantung pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dan untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan itu, salah satunya dengan cara membaca.
Di zaman sekarang ini, nampaknya sebagian besar pelajar
kurang memiliki minat membaca, terutama membaca buku pelajaran. Ini diakibatkan
oleh karena sebagian pelajar tidak memiliki metode dalam membaca, sehingga pada
saat membaca timbul rasa malas, bosan, dan mengatuk. Simak deh tip-tip di bawah
ini supaya tercipta suasana membaca yang menyenangkan.
Persiapan Sebelum Membaca
1. Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai untuk membaca.
Waktu yang sesuai disini adalah waktu dimana tidak terdapat gangguan, baik dari
luar maupun dari dalam diri kita. Waktu yang sesuai disini hanya kita sendiri
yang tahu kapan. Namun, sebagain besar orang percaya bahwa waktu yang baik
untuk membaca, khususnya buku pelajaran, adalah di pagi hari.
2. Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai untuk membaca,
yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang dan rapih menurut kita
sendiri.
3. Pastikan posisi membaca kita adalah posisi yang benar.
Posisi yang benar pada waktu membaca adalah duduk dengan posisi badan tegak,
tidak bungkuk, dan pastikan jarak antara buku dengan mata kita kurang lebih
30cm.
4. Siapkan juga hal-hal yang biasanya membantu kita dalam
membaca, seperti pensil atau spidol.
5. Ada baiknya sebelum belajar kita berdoa terlebih
dahulu sesuai dengan kepercayaan masing-masing supaya ilmu yang kita dapat
bermanfaat.
c. Berbagai Jenis Membaca
Terdapat 3 cara umum membaca di dalam kehidupan
sehari-hari dilihat dari apa tujuan proses membaca tersebut.
1. Membaca sebagai hiburan tanpa perlu memeras otak
terlalu keras. Bacaan yang mengandung unsur hiburan disini contohnya novel,
cerpen, komik, majalah ringan dll.
2. Membaca untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang
tujuannya adalah mencari dan memahami ilmu yang terkandung dalam bacaan
tersebut.
3. Membaca kritis. Membaca disini sama dengan membaca
untuk mencari ilmu. Namun membaca disini diikuti oleh proses menelaah isi
bacaan tersebut, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan apa itu?, mengapa bisa
terjadi?, oleh siapa?, kapan?, dimana? dan bagaimana itu bisa terjadi? Dalam
membaca kritis, kita membuat bacaan sebagai lawan yang harus dikalahkan dengan
cara mengetahui dan memahami seluruh isinya.
Belajar dengan menggunakan metode membaca kritis akan
menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Kita tidak hanya diminta untuk
memahami isi bacaan tapi juga diajak berpikir kreatif mengenai isi tersebut.
Tertarik dengan membaca kritis? Simak deh aturan main dalam membaca kritis di
bawah ini :
a. Melakukan survei isi buku. Langkah awal yang harus
kita lakukan adalah membaca terlebih dahulu bahan bacaan secara sepintas pada
bagian-bagian tertentu saja. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran umum
mengenai bacaan tersebut. Bagian-bagian yang perlu diperhatikan adalah:
- Paragraf awal, paragaraf akhir dan juga beberapa
paragraph di tengah
- Bagian daftar isi, gambar-gambar, tabel dan grafik yang
memiliki gambaran umum mengenai bacaan tersebut.
- Soal-soal yang mungkin terdapat dalam bacaan tersebut.
b. Membuat pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya
akan timbul pada saat kita melakukan survei. Jika tidak terdapat pertanyaan,
usahakan cari apa yang kita tidak mengerti, minimal ada sebuah kata yang kita
tidak tahu artinya dan beri tanda pada bagian-bagian yang tidak dimengerti
tersebut.
c.
Membaca, merupakan langkah dominan dalam metode ini. Membaca disini sebagai
langkah untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam
proses survei. Baca dengan teliti dan seksama paragraf demi paragraf, bagian
demi bagian untuk menangkap pokok-pokok pikiran dari tiap bagian. Usahakan
jangan pindah bagian jika kita belum mengerti dan memahami bagian tersebut.
d.
Evaluasi. Merupakan langkah dimana terdapat pertanyaan apakah kita sudah
menguasai bahan? Yakinkan bahwa kita sudah memahami bahan bacaan tersebut. Jika
belum, coba cari apa yang anda tidak mengerti dan temukan jawabannya.
e. Meninjau ulang. Merupakan langkah terakhir kita dalam
membaca kritis. Cobalah kita tutup dulu bukunya, kemudian pikirkan apa yang
sudah didapat dari bacaan tersebut. Tuliskan hasil pikiran tersebut dalam
secarik kertas, dan bandingkan dengan apa yang terdapat pada buku bacaan.
d.
Factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi Belajar Dipengaruhi Oleh Dua Faktor, Internal
dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yakni
kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema
belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran
yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi
belajar anak, dan pemberian reinforcement yang tidak tepat.
Berbagai
faktor yang dapat menyebabkan fungsi neurologis yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kesulitan belajar antara lain adalah faktor genetik, luka pada otak
karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, biokimia yang hilang,
biokimia yang dapat merusak otak, gizi yang tidak memadai, dan
pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikn perkembangan anak (Deprivasi
lingkungan).
Belajar sebagai proses atau aktifitas disyaratkan oleh
banyak sekali ha-hal atau factor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar itu adalah banyak sekali macamnya, terlalu banyak untu disebutkan satu
per satu. Umtuk memudahkan pembicaraan dapat dilakukan klasifikasi demikian :
1. Faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih
lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa overlapping
tetap ada, yaitu :
a. Factor-faktor non social, dan
b. Faktor-faktor social
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar,
dan inipin dapat lagi digolongkan lagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Faktor-faktor fisiologis, dan
b. Faktor-faktor psikologis.
Faktor-faktor
Non Sosial Dalam Belajar.
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang jumlahnya,
seperti misalnya : keadaan udara, suhu udsara, cuaca, waktu )pagi, atau siang,
ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk
belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan
sebagainya yang bias kita sebut sebagai alat-alat pelajaran).
Semua factor yang telah disebutkan diatas itu, dan juga
factor-faktor yang belum disebutkan harus kita atur sedemikin rupa, sehingga
dapat membantu (menguntungkan) proses/perbuatan belajar secara maksimal. Letak
sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di
tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai, lalu
bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu
kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran harus seberapa mungkin
diusahakan untuk memenuhi syarat menurut pertimbangan psikologis.
Faktor-faktor
Sosial Dalam Belajar.
Faktor-faktor social disini adalah factor manusia (sesame manusia), baik
manusia itu ada (hadir) mauoun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak
langsung hadir. Kehadiran orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar,
banyak kali mengganggu belajar itu.
Factor-faktor
Fisiologis Dalam Belajar. Faktor-faktor fisiologis ini masih dapat lagi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Tonis jasmani pada umumnya
Dapat dikatakan melatarbalakangi aktifitas belajar,
keadaan jasmani yang segar akan lagi pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang
kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak
lelah. Dalam hubugan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan .
1. Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan
ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa
kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan sebagainya. Terlebih-lebih bagi
anak-anak yang masih terlalu muda, pengaruh itu besar sekali. HAsil-hasil
penyelidikan Danziger, Paul Lazarsfeld, Netschareffe, Else Liefmann,
Holingworth, Baldwin yang dikutip oleh Ch. Buhler (1950: 105-112) kiranya dapat
merupakan ilustrasi yang sangat berharga.
2. Beberapa penyakit kronis sangat mengganggu belajar
itu. Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan yang
sejenis dengan itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk
mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi dalam kenyataannya
pengakit-penyakit semacam ini sangat mengganggu aktifitas belajar itu.
b. Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tentunya.
Keadaan Fungsi-fungsi Jasmani Tertentu Terutama
Fungsi-fungsi Panca Indera
Orang mengenal dunia sekitar dan belajar dengan
mempergunakan pancainderanya. Baiknya berfungsinya panca indera merupakan
syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam system persekolahan
dewasa ini diantara panca indera itu yang paling memegang peranan dalam belajar
adalah mata dan telinga. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap
pendidik untuk menjaga, agar panca indera anak didiknya dapat berfungsi dengan
baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif,
seperti misalnya adanya pemeriksaan dokter secara periodic, penyediaan
alat-alat pelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat, dan penempatan
murid-murid secara baik di kelas (pada sekolah-sekolah), dan sebagainya.
Faktor-faktor
Psikologis Dalam Belajar. Arden
N. Frandsen mengatakan bahwa hal-hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu
adalah sebagai berikut :
- Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia
yang lebih luas
- Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan
keinginan untuk selalu maju
- Adanya keinginan unutk mendapatkan simpati dari orang
tua, guru dan teman-teman
- Adanya keinginan intuk memperbaiki kegagalan yang lalu
dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
- Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila
mengusai pelajaran
- Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar
(Frandsen, 1961: 216).
Maslow (menurut Frandsen, 1961: 234) mengemukakan
motof-motif untuk belajar itu ialah :
- Adanya kebutuhan fisik
- Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari
kekhawatiran
- Adanya kebutuhan akan kecintaan dan menerima dalam
hubungan dengan orang lain
- Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari
masyarakat
- Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau
mengetengahkan diri.
Adapun dalam hal yang lain tentang faktor yang
mempengaruhi dalam belajar adalah memperkirakan kemungkinan sebab/faktor-faktor
prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam empat kategori yaitu :
- Kondisi-Kondisi Fisiolois Yang Permanent
- Intelegensi Yang Terbatas
Setiap
anak sejak dilahirkan telah memiliki kecerdasan yang berbeda-beda atau bervariasi,
meskipun mereka telah memiliki usia kalender yang sama tetapi kemampuan
mentalnya belum tentu sama.
- Hambatan Persepsi
Mengalami gangguan oleh mekanisme penafsiran atau
persepsi image sehingga salah menafsirkan informasi.
- Hambatan Penglihatan dan Pendengaran
Indera yang terpenting untuk belajar di sekolah adalah
penglihatan dan pendengaran. Apabila kedua indra ini mengalami gangguan, maka
siswa sudah pasti akan susah untuk menerima materi dari pendidik.
- Kondisi-Kondisi Fisiologis Temporer
a. Masalah makanan
b. Kecanduan (Drugs)
c. Kecapekan dan kelelahan
- Kondisi-Kondisi Lingkungan Yang Permanent
Harapan
orang tua yang selalu tinggi tanpa memperhatikan kemampuan atau taraf
intelegensi anak Konflik keluarga yang menyebabkan anak mengalami kecemasan batin
sehingga menimbulkan kesulitan.
- Pengaruh Kondisi Lingkungan Social Yang Temporer
- Ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami
- Kurang adanya motivasi yang merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar
e.
Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Prestasi Belajar
- Tipe gaya belajar seseorang
Belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi
yang secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Ini
berarti, bahwa orang mesti mengumpulkan fakta-fakta sebanyk-banyaknya. Jika
konsep ini yang dipakai orang, maka pada orang itu masih dipertanyakan, apakah
dengan belajar dengan semacam itu orang menjadi tumbuh dan berkembang. Orang
yang belajar dengan memakai konsep ini menjadikan dirinya ibarat botol kosong yang
perlu dituangi air. Apabila air dituangkan sebanyak-banyaknya ke dalam botol
kosong, dapat kita bayangkan, berapa banyak yang dapat masuk dan dari sebanyak
yang masuk itu tentunya sesuai dengan daya tamping botolnya.
Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang
apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Perbedaan
pendapat orang tentang arti belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan,
bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. BAnyak jenis kegiatan yang
oelh kebanyakanorang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar misalnya
menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata, mengumpulkan
fakta-fakta, menghafalkan lag, menghitung dan mengerjakan soal-soal matematika,
dan sebagainya. Tidak semua kegiatan dapat tergolong sebagai kegiatan belajar
misalnya : melamun, marah, menjiplak, dan menikmati hiburan.
Dengan kenyataan diatas, terdapat banyak definisi
belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi menurut para ahli.
Menurut James O. Wittaker, belajar dapat didefinsikan
sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman.
“Learning
may be defined as the process by which behavior originates or is altered
thraogh training or experience.” (Whittaker, 1970: 15)
Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat
pertumbuhan fisik atau kematangan, kelemahan, penyakit, atau pertumbuhan oleh
Cronbach dalam bukunya yang berjudul “Education Psychology” sebagai berikut “
“Learning
is shown by change in behavior as a result of expe-rience.” (Cronbach,1954:
p.47).
Dengan demikian, belajar yang efektif adalah melalui
pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langhsung dengan objek
belajar dengan menggunakan semua alat indranya.
UJI COBA ANGKET
Setiap usaha pengukuran selalu diarahkan untuk mencapai
tingkat obyektivitas yaitu dengan menguji validitas dan reliabilitas alat ukur.
Masalah kesahihan dan reliabilitas alat ukur ini semakin serius apabila
pengukuran tersebut dikenakan pada gejala-gejala social (Hadi, 1992).
a. Uji kesahihan Butir (Validitas)
Menurut Azwar (1986) para ahli psikometri telah
menetapkan kriteria bagi suatu alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan
sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang tidak
menyesatkan. Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan
praktis.
Validitas
berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).
Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya
reliabilitas dan validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak
reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi yang keliru mengenai
keadaan subjek atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang
keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, maka keputusan itu tentu bukan
merupakan suatu keputusan yang tepat.
Istilah
validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988) membagi
validitas menjadi concurrent validity, construct validity, face
validity, factorial validity, empirical validity, intrinsic validity,
predictive validity, content validity, dan curricular validity. Keterangannya:
Concurrent
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor
dengan kinerja.
Construct
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis
apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk
tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
?Face
Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam
mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
?Factorial
Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur
dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau
ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan
menggunakan teknik analisis faktor.
?Empirical
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan
apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
Intrinsic
Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh
bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur
benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Predictive
Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan
kinerja seseorang di masa mendatang.
Content
Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
Curricular
Validity adalah
validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai
seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur
aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.
Sementara
itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas
isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related
validity (validitas berdasar kriteria).
Validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi. Yang didasarkan pada alasan bahwa validitas isi bertujuan
untuk melihat kesesuaian butir-butir dalam angket yang mencakup keseluruhan
kawasan isi yang hendak diukur. Validitas isi dinyatakan dalam bentuk koefisien
korelasi yang diungkap dengan cara mengkorelasikan skor setiap butir dengan
skor totalnya.
b. Uji Keandalan butir (reliabilitas)
Reliabilitas,
atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian
alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes
dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang
lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip
(reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas.
Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi
belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam
penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes
tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam
kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil
yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran
yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda. Pengukuran reliabilitas
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat statistik.
Reliabilitas bisa disebut sebagai uji keajegan atau
konsistensi alat ukur. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi adalah alat ukur
yang stabil yang serlalu memberikan hasil yang relatif konstan. Tinggi
rendahnya reliabilitas alat ukur dinyatakan dengan angka yang disebut koefisien
reliabilitas. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0 sampai 1 dan tidak
ada patokan yang pasti. Besar koefisien reliabilitas yang baik adalah sebesar
mungkin, mendekati 1,00 yang disebut sempurna (Azwar, 1997)
11. Analisis data
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga
tahap utama:
1. Persiapan: mengecek nama, isisan, dan macam data.
2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode, mengubah jenis
data, dan coding dalam coding form.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian:
a. Penelitian deskriptif : presentase dan komparasi engan
criteria yang telah ditentukan
b. Penelitian komparasi: dengan berbagai teknik korelasi
sesuai dengan jenis data.
c. Penelitian eksperimen: diuji hasilnya dengan t-test.
Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru data mentah,
maka sebelum di analisis, data mentah tersebut diolah lebih dahulu sebelum
dianalisis dengan tehnik analisis tertentu. Dan secara umum teknik analisa data
untuk kuantitatif menggunakan metode statistic, dan agar mudah biasanya di
bantu oleh program komputer, seperti SPSS, SPS, Minitab, MS exel, dll. Terdapat
dua macam statistic yang digunakan untuk analisa data dalam penelitian, yaitu:
statistic deskriptif dan statistic inferensial. Statistic inferensial meliputi
statistic parametris dan statistic non parametris.
Dalam penelitian ini, menggunakan statistic inferensia dan
juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat membantu dalam penelitian ini.
Bila
persyaratan penggunaan teknik analisis statistic benar, maka hasilnya dapat
digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis atau untuk menolak atau
menerima teori yang diujinya. Sebagimana diketahui bahwa tujuan akhir
penelitian kuantitatif ialah untuk menguji teori. Oleh karena itu,
lengkapnya data yang dikumpulkan dari uji validitas dan uji reliabilitas
merupakan criteria mutu hasil penelitian. Sebab, data yang tidak valid dan
tidak reliable berarti data itu salah dan tidak dapat dipercaya, sehingga kalau
data itu dianalisis, hasilnya juga akan salah.
Berdasarkan skala pengukurannya, jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data interval, yaitu data yang selain
mengandung unsure penemaan urutan juga memiliki sifat interval (selangnya
bermakna). Disamping itu data ini memiliki cirri angka nolnya tidak mutlak.
Skala interval memiliki cirri matematis additivity, artinya kita dapat menambah
atau mengurangi.
Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data dengan
metode statistic parametik. Karena statistic parametik dapat dilakukan jika
sample yang akan dipakai berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Jumlah data yang digunakan dalam analisis ini minimal 30 sampel dan menggunakan
yang berupa data interval dan ratio. Ini sangat berkaitan dengan data Interval
yang telah digunakan sebelumnya.
Dalam penelitian ini, menggunakan analisis hubungan
(Korelasi). Karena digunakan untuk menguji hubungan antara 2 variabel atau
lebih, apakah kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan yang
signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat hubungan tersebut. Secara
umum korelasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Product momen: uji ini untuk mengetahui hubungan
antara 2 variabel atau lebih dengan asumsi jenis datanya interval dan rasio
serta distribusi datanya nomal. Pengujian kenormalan data dengan menggnakan
kolmogorow-smirnov test for goodness of fit. Jika data penelitian menunjukkan
dsitribusi normal maka terdapat tiga statistic parametik yang mungkin digunakan
yaitu korekasi pearson product moment, korelasi ganda dan korelasi parsial.
Statistic parametik yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan data yang
terdistribusi normal adalah korelasi person product moment karena data
berbentuk ratio, hanya terdiri dari dua variable, dan tidak ada yang
dikendalikan atau tidak ada hubungan timbale balik.
Untuk menguji penerimaan atau penolakan Ho telah
ditentukan untuk menggunakan 2 arah (two sided test). Tahap dari penggunaan
rumus korelasi diatas adalah:
a. Menggunakan rumus korelasi untuk mendapatkan r hitung
b. Menentukan tingkat signifikansi (level of
significance) yaitu sebesar 5 %.
c. Melihat nilai kritis menurut table nilai t dengan
tingkat signifikansi sebesar 5 %.
d. Mengambil kesimpulan apakah menerima atau menolak Ho
dengan membandingkan antara nilai r hitung dan r tabel.
2. Karena data yang digunakan berupa ata interval, maka
analisis datanya juga menggunakan korelasi spearman rank, yaitu digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel.
UJI VALIDITAS
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas
konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada konsistensi
dari semua komponen kerangka konsep. Untuk menguji tingkat validitas instrumen
penelitiannya, maka digunakan rumus teknik korelasi product moment dari
pearson.
Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam penelitian
ini adalah melalui analisis butir-butir, dimana untuk menguji setiap butir skor
total valid tidaknya suatu item dapat diketahui dengan membandingkan antara
angka korelasi product moment pearson (r Hitung) pada level signifikansi 0,05
nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana nilai
korelasinya lebih besar dari 0,3.
UJI RELIABILITAS
Uji realibilitas adalah dengan menguji skor antar item
dengan tingkat signifikansi 0,05 sehingga apabila angka korelasi yang diperoleh
lebih besar dari nilai kritis, berarti item tersebut dikatakan reliabel. Uji
Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrumen ini.
Sumber
: