Kamis, 25 April 2013

PROPOSAL PENELITIAN


Definisi Proposal
Proposal adalah rencana kerja yang disusun secara sistematis dan terinci untuk suatu kegiatan yang bersifat formal. Proposal adalah suatu usulan kegiatan perlu dukungan atau persetujuan pihak lain. Proposal adalah suatu bentuk rancangan kegiatan yang dibuat dalam bentuk formal dan standar. Untuk memudahkan pengertian proposal yang dimaksud dalam tulisan ini, kita dapat membandingkannya dengan istilah “Proposal Penelitian” dalam dunia ilmiah (pendidikan) yang disusun oleh seorang peneliti atau mahasiswa yang akan membuat penelitian (skripsi, tesis, disertasi). Dalam dunia ilmiah, proposal adalah suatu rancangan desain penelitian (usulan penelitian) yang akan dilakukan oleh seorang peneliti tentang suatu bahan penelitian. Bentuk “Proposal Penelitian” ini, biasanya memiliki suatu bentuk, dengan berbagai standar tertentu seperti penggunaan bahasa, tanda baca, kutipan dll.

Hal – hal yang perlu dimuat dalam proposal antara lain :
a.          Nama proposal
b.         Pendahuluan
c.          Tujuan
d.         Bentuk / jenis kegiatan
e.          Pelaksanaan
f.          Panitia pelaksana (terlampir)
g.         Biaya/dana (rincian terlampir)
h.         Harapan
i.           Lampiran

Manfaat Proposal :
Menjadi rencana yang mengarahkan panitia dalam melaksanakan kegiatan tersebut, menjelaskan secara tidak langsung kepada pihak – pihak yang ingin mengetahui kegiatan dan untuk meyakinkan para donatur/ sponsor agar mereka memberikan dukungan material maupun financial dalam  mewujudkan kegiatan yang telah direncanakan.

Ciri – ciri proposal :
      a .     Proposal dibuat untuk meringkas kegiatan yang akan dilakukan 
      b.      Berisikan tujuan – tujuan, latar belakang acara
    c.  Proposal itu berupa lembaran  - lembaran pemberitahuan yang telah di jilid yang nantinya diserahkan kepada panitia acara dan lain – lain yang sulit untuk dijelaskan.

Jenis – jenis proposal
Proposal penelitian dibagi menjadi 4 yaitu :
      1.      Proposal penelitian pengembangan
Kegiatan yang menghasilkan rancangan atau produk yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah – masalah actual. Dalam hal ini kegiatan pengembangan ditekankan pada pemanfaatan teori – teori, konsep – konsep, prinsip-prinsip atau temuan-temuan penelitian untuk memecahkan masalah. Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis berdasarkan hasil kerja pengembangan menuntut format dan sistematika yang berbeda dengan skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis berdasarkan hasil penelitian.
      2.      Proposal penelitian kajian pustaka
Dalam hal ini bahan – bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan atau sebagai dasar pemecahan masalah.
      3.      Proposal penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan senderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
      4.      Proposal penelitian kuantitatif
Suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.
 
Sistematika pembuatan proposal antara lain :

1. Pendahuluan
      Ø  Berisi tentang hal-hal dan kondisi umum yang melatarbelakangi dilaksanakan kegiatan tersebut.
     Ø  Hubungan kegiatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari(nyata).
   Ø  Point-point pembahasan pada pendahuluan ini, mengacu pada komponen S-W-O-T yang telah dibahas sebelumnya.
2.   Dasar Pemikiran
   Ø  Berisi tentang dasar yang digunakan dalam pelaksanaan, misalnya: Tri Darma Perguruan Tinggi, program kerja pengurus dan lain-lain.
   Ø  Jika kegiatan tersebut bukan dari organisasi, maka didasarkan secara umum, misalnya : Peraturan Pemerintah No sekian.
3.   Tujuan
    Ø  Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut ( umum dan khusus).
   Ø  Tentukan juga keluaran ( output ) yang dikehendaki seperti apa.
Contoh :
   Ø  Memperoleh kader-kader KMHDI.
   Ø  Memberi pengetahuan manajerial dan leadership bagi calon anggota KMHDI.

Contoh Proposal Penelitian
1.                  Latar Belakang
Tidak jarang dijumpai, awal dari kesuksesan seseorang adalah dengan membaca, sehingga ada sebuah istilah “Membaca adalah Jendela Dunia”. Pernyataan ini menjelaskan bahwa pentingnya membaca bagi Prestasi seseorang. Contoh orang sukses yang diawali dengan membaca, Negara maju yang masyarakatnya gemar membaca. Agar kehidupan manusia berlangsung dinamis, Allah SWT menciptakan manusia pada awalnya dalam kondisi buta ilmu pengetahuan. Tetapi manusia memiliki fitrah ingin tahu, dan Allah meberikan manusia sarana belajar yaitu hati, mata, akal, dan telinga. Manusia yang belajar dengan menggunakan sarananya secara baik, akan memiliki ilmu yang luas dan dalam. Mereka akan menguasai kunci-kunci untuk membangun dan memanfaatkan alam semesta dengan sebaik-baiknya.
Akan tetapi, gelombang meterialistik yang destruktif, yang begitu gencar melanda, telah membuat banyak anak-anak kita tidak terarahkan secara baik. Banyak diantara mereka yang malas membaca. Tidak hanya dijenjang sekolah yang lebih rendah, bahkan sampai diperguruan tinggi pun, minat membaca sangat rendah. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi kualitas ilmu mereka. Padahal potensi otak manusia sangat dahsyat. Dalam berbagai penelitian ditunjukkan, bahwa tingkat pemanfaatan potensi otak manusia, baru mencapai sepuluh sampai dua puluh persen.
“Tiada hari tanpa membaca”. Kalimat itu jelas taka sing menjadi kredo (kepercayaan, keyakinan) yang menjejali berbagai ruang pencerahan di negeri kita. Sayangnya, bagsa kita memang memiliki kebebalan rasa yang sudah sedemikian parah. Beribu kredo, slogan, motto berderet, semua hanya menjadi pajangan.
Akan tetapi membaca memang sebuah kebutuhan. Dengan membaca seseorang dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan, terangsang kreativitasnya, mendorong timbulnya keinginan untuk dapat berpikir kritis dan sistematis, memperluas, dan memperkaya wawasan serta membentuk kepribadian yang unggul dan komptitif.Lebih dari itu, membaca secara tidak langsung juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, anda harus paham, bahwa tingkat kesejahteraan itu tidak hanya diukur dari rumah-rumah yang megah, mobil yang kinclong, ataupun pakaian rancangan para desainer kondang. Percayakan anda, bahwa ada sepasang suami isteri bertitel Doktor, yang memiliki karier lumayan mentereng, ternyata tak memiliki apa-apa selain koleksi buku yang mencapai ribuan judul jumlahnya. Bahkan rumahpun masih mengontrak. Padahal gaji mereka, anda bisa menebak, mencapai belasan juta rupiah. Jadi, kebiasaan membaca merupakan cermin masyarakat yang sejahtera. Kok bisa? Karena dengan membaca wawasan masyarakat akan semakin luas. Masyarakat yang berwawasan, mudah bersikap proaktif terhadap perkembangan zaman. Mereka akan peka terhadap kebutuhan hidunya, oleh karenya, di era millennium ini, agar bagsa kita bisa menjadi bangsa yang tangguh, membaca menjadi prasyarat yang mutlak diperlukan. Tidak hanya penting, tetapi juga mendesak. Karena mambaca adalah kunci membangun peradaban.
Sedangkan anda tahu, proses memilki ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari proses belajar. Padahal proses belajar itu sebagian besar merupakan proses membaca. Ilmu pengetahuan yang berkembang secara cepat, itu tidak mungkin lagi dapat dikuasai melalui proses mendengar atau transisi dari sumber ilmu pengetahuan (guru) akan tetapi harus melalui proses mambaca. Menurut Tilar (1999), proses membaca adalah proses memberikan arti kepada dunia (Give meaning to the world). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang gemar membaca atau (Reading society) akan melahirkan masyarakat yang belajar (Learning Society).
Payahnya minat baca anak bangsa, Rendahnya kemampuan berbahasa yang meliputi aspek mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara juga berarti rendahnya kemampuan mebaca. Dengan kemampuan membaca yang rendah, kemungkinan besar minat baca yang dimilikipun rendah. Tingginya presentasi angak bebas buta huruf di Indonesi, yakni sebesar 87% ternyata juga tidak menjamin tingginya minat baca serta kebiasaan membaca di masyarakat kita.
Kemampuan baca seseorang dipengaruhi oleh kesiapan membacanya. Kesapan membaca seseorang dipengaruhi oleh factor lingkungannya. Membaca merupakan proses komunikasi. Membaca dapat juga dikatakan sebagai suatu kerja yang aktif dan interaktif sebagai proses memahami makna, yang akan menjadikan seseorang tertantang untuk terus berpikir. Buku menjadi bekal bagi mereka untuk menjadi anak yang berhasil, buku itulah kuncinya. Kita harus menanamkan pada anak bahwa buku itu segalanya. Jadi kita harus berusaha membuat buku itu menarik.
Membaca bisa menjadikan kaya pengetahuan, berkembang intelegensinya, kemampuan konsentrasi serta komunikasinya. Membaca juga bisa menjadikan bijak dan mengubah suasana hati seseorang, menjadikan seseorang mampu menghargai dan tidak mudah meremehkan orang lain. (Elly Damaiwati. Karena buku senikmat susu. 2007. Surakarta: Indiva Media Kreasi)
Perilaku membaca mahasiswa psikologi berbeda-beda, ada yang ketika kuliah berlangsung, ada yang membaca ketika di rumah, ataupun ada yang membaca melalui diskusi tatapi aktivitas ini sangat minim dilakukan. Lebih banyak mahasiswa psikologi yang memilih berbincang-bincang dengan temannya saat menunggu Dosen atau di tempat lain dari pada membawa buku dan membaca.
Rendahnya minat membaca mahasiswa fakultas psikologi terlihat dari minornya mahasiswa psikologi yang mengunjungi perpustakaan UIN Malang untuk meminjam maupun membaca buku-buku.
Sering dijumpai mahasiswa psikologi yang tidak bisa menjelaskan tentang sejarah maupun teori-teori besar yang sangat penting dalam ilmu psikologi (Great Theory).
Indeks prestasi tertinggi mahasiswa psikologi pada rekap nilai wisudawan tahun 2008 adalah 3,61. Bila dibandingkan dengan fakultas tarbiyah (PAI) yang indeks prestasi tertinggi 3,98, menunjukkan bahwa mahasiswa psikologi tertinggal beberapa point dengan fakultas yang lain.
Jarang dijumpai mahasiswa psikologi yang membawa buku-buku bacaan waktu masuk kuliah. Hanya beberapa orang saja yang membawa buku sesuai dengan mata kuliah yang diikuti sedangkan yang lain biasanya hanya membawa binder atau buku tulis.
Dari informasi-informasi yang kami peroleh diatas, mengenai keterkaitan antara orang-orang yang sukses dengan aktivitas membacanya yang terus-menerus. Hal tersebut membuat kami tertarik untuk meneliti “Kebiasaan Membaca Mahasisiswa psikologi dan Prestasi Belajar Mahasiswanya” untuk mengetahui hubungan antara keduanya.

1.                  Perumusan Masalah
Dari gambaran diatas, terdapat beberapa permasalahan yang bisa kami ajukan, diantaranya:
a. Bagaimana perilaku (kebiasaan) membaca mahasiswa psikologi?
b. Bagaimana prestasi belajar mahasiswa psikologi?
c. Adakah korelasi antara tingkat kebiasaan membaca dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi?
  1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, kami mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kebiasaan membaca mahasiswa psikologi
b. Untuk mengetahui prestasi belajar mahasiswa psikologi.
c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kebiasaan membaca dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi.
1.                  Manfaat Penelitian
- Manfaat teoritis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar dalam mengembangkan ilmu dibidang tersebut.
- Manfaat praktis
a. Bagi pihak bidang kemahasiswaan (Akademik), khususnya BAK Fakultas Psikologi dapat mengetahui kebiasaan membaca mahasiswa psikologi sehingga bisa dijadikan sebagai bahan untuk pembenahan-pembenahan kurikulum kedepannya.
b. Bagi pihak Pengurus Perpustakaan, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menciptakan lingkungan atau kondisi yang nyaman untuk membaca sehingga minat membaca mahasiswa bisa meningkat.
c. Hasil dari Penelitian ini dapat memberikan pemahaman Bagi Mahasiswa, khususnya mahasiswa psikologi UIN Malang tentang kebiasaan membaca dan prestasi belajar sehingga mereka mampu untuk melihat realita yang ada.

1.                  Kajian Teori
a. Pengertian dari Perilaku (kebiasaan) membaca
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.
Sebagian besar kegiatan membaca sebagian besar dilakukan dari kertas. Batu atau kapur di sebuah papan tulis bisa juga dibaca. Tampilan komputer dapat pula dibaca.
Membaca dapat menjadi sesuatu yang dilakukan sendiri maupun dibaca keras-keras. Hal ini dapat menguntungkan pendengar lain, yang juga bisa membangun konsentrasi kita sendiri.
Salah satu unsur penting dalam Manajemen Diri adalah membangun kebiasaan untuk terus menerus belajar atau menjadi manusia pembelajar yang senantiasa  haus akan informasi dan pengetahuan.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Henry Ford, pendiri General Motors yang mengatakan bahwa “Anyone who stops learning is old, whether at twenty  or eighty. Anyone who keeps learning stays young. The greatest thing in life is to Keep your mind young.”
Tidak peduli berapapun usia kita, jika kita berhenti belajar berarti  kita sudah tua, sedangkan jika senantiasa belajar kita akan tetap awet muda. Karena hal yang terbaik di dunia akan kita peroleh dengan memelihara pikiran kita agar tetap muda.
Salah satu cara paling efektif untuk belajar adalah dengan membaca. Namun sayangnya sebagian besar kita tidak pernah punya waktu untuk membaca. Alasan utama yang sering kita sampaikan adalah kesibukan pekerjaan. Kita terjebak dalam rutinitas dan tekanan pekerjaan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengasah gergaji kita, seperti yang diceritakan oleh Stephen Covey dalam bukunya”The 7 Habits of Highly Effective People” sebagai berikut:
Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang sedang terburu-buru menebang Sebatang pohon di hutan.
“Apa yang sedang Anda kerjakan?” Anda bertanya.
“Tidak dapatkah Anda melihat?” demikian jawabnya dengan tidak sabar.
“Saya sedang menggergaji pohon ini.”
“Anda kelihatan letih!” Anda berseru. “Berapa lama Anda sudah mengerjakannya?”
“Lebih dari lima jam,” jawabnya, “ dan saya sudah lelah! Ini benar-benar kerja keras.”
“Nah, mengapa Anda tidak beristirahat saja beberapa menit dan mengasah
Gergaji itu?” Anda bertanya. “Saya yakin Anda akan dapat bekerja jauh lebih cepat.”
“Saya tidak punya waktu untuk mengasah gergaji,” orang itu berkata dengan tegas. “Saya terlalu sibuk menggergaji.”
Bahkan menurut Covey, kebiasaan mengasah gergaji merupakan kebiasaan yang paling penting karena melingkupi kebiasaan-kebiasaan lain pada paradigma tujuh kebiasaan manusia efektif. Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang kita miliki yaitu diri kita. Kebiasaan ini dapat memperbarui keempat dimensi alamiah kita – fisik, mental, spiritual, dan sosial/emosional.
Membaca merupakan salah cara kita untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas diri kita. Meskipun kita memiliki “keterbatasan waktu”, kita tetap perlu mengasah gergaji kita. Caranya adalah dengan menguasai cara membaca yang efektif sehingga waktu yang kita gunakan menjadi efisien.

b. Berbagai bentuk atau pola membaca seseorang
Kebanyakan model teoritis yang ada mengenai proses membaca mencoba menjawab pertanyaan bagaimana orang mengenali kata-kata yang tercetak dalam bacaan. Karena itu, hamper semua model terfokus pada pertanyaan-pertanyaan berikut (Wolf dkk 1988: dalam Gleason dan Ratner 1998: 425).
1. Apakah kata dikenali dengan mengakses representasi kata itu secara keseluruhan, ataukah dengan mengakses fitur-fitur seperti bentuk huruf, gabungannya menjadi suku, kemudian kata dan sebagainya?.
2. apakah kata dikenali dengan akses langsung ke makna ataukah melewati wujud fonologisnya?
3. Apakah pengenalan kata itu menyangkut proses yang berseri ataukah proses yang simultan?
4. Apakah pengenalan kata itu terutama dibantu oleh konteks (dari atas ke bawah) ataukah dari bawah ke atas? Ataukah merupakan interaksi antara kedua-duanya?
5. apakah pengenalan kata itu terjadi melalui aktivasi atau melalui pencarian di kamus mental kita?”
Berikut adalah beberapa model yang menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan diatas.
  1. Model atas ke bawah
Smith (1971, dalam Gleason dan Ratner 1998;426) mengajukan model atas ke bawah yang prototipikal. Dalam model ini, representasi yang mewakili kata dalam memori kita adalah fitur-fitunya seperti garis lurus, setengah lingkaran, dan letaknya. Pada waktu sebuah kata dibaca, fitur-fitur ini bermunculan, tetapi hanya fitur-fitur yang cocok, persis dengan apa yang ada dalam leksikon mental itulah yang akhirnya dipilih. Akan tetapi, retrival fitur-fitur ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki dan konteks dimana kata itu dipakai. Seandainya kata yang tertulis dalam suatu kalimat anting seperti pada kata “Kucing itu sedang dikejar anting” maka tidak mustahil bahwa pembaca akan menafsirkan kata anting sebagai salah cetak.
Pemakaian konteks sebagai pembantu menimbulkan kontroversi karena dari penelitian yang lain ditemukan bahwa orang hanya menerka 1 dari 4 kata dalam konteks dimana kata itu dipakai. Sebaliknya, fitur yang membentuk kata banyak mendapat dukungan karena wujud dan macam huruf (font) seperti apapun yang dipakai, kita tetap saja bisa membacanya.
  1. Model bawah ke atas
Landasan dasar untuk model yang disebut juga sebagai model yang berdasarkan stimulus, adalah bahwa rekognisi terjadi secara diskrit, berhierarki, dan bertahap. Informasi yang ada pada suatu tahap dimanfaatkan untuk membangun tahap berikutnya. Karena itu pada tahap ini ada tahap sensori, tahap rekognisi, dan tahap interpretasi. Bila ditemukan makna dari kata itu, maka selesailah sudah proses interpretasi kata itu. Seandainya kata yang dibaca tidak ditemukan maknanya, maka pembaca dapat menolak kata itu sebagai kata bahasa Indonesia, atau dia akan bertanya kepada orang lain, atau melihat dikamus, untuk mengetahui makna kata itu.
Ada beberapa model lain seperti model Whole-Word, model component-letter, dan model lagogen yang menangani aspek-aspek lain dalam membaca yang akan terlalu rinci untuk disajikan disini (Lihat Gleason dan Ratner 1998: 427-436).
Tentunya, membaca bukan berhenti pada rekognisi kata demi kata saja tetapi mencakup berkaitan antara satu kata dengan kata lain. Hal ini berarti bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks karena ia menyangkut berbagai kemampuan linguistic dan pengetahuan yang ekstralinguistik.
(Psikolinguistik. Pengantar pemahaman bahasa manusia. soenjono dardjowidjojo. 2003. Jakarta: yayasan obor Indonesia).

Cara membaca yang menyenangkan
Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Tanpa bisa membaca, manusia dapat dikatakan tidak bisa hidup di zaman sekarang ini. Sebab hidup manusia sangat bergantung pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu, salah satunya dengan cara membaca.
Di zaman sekarang ini, nampaknya sebagian besar pelajar kurang memiliki minat membaca, terutama membaca buku pelajaran. Ini diakibatkan oleh karena sebagian pelajar tidak memiliki metode dalam membaca, sehingga pada saat membaca timbul rasa malas, bosan, dan mengatuk. Simak deh tip-tip di bawah ini supaya tercipta suasana membaca yang menyenangkan.

Persiapan Sebelum Membaca
1. Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai untuk membaca. Waktu yang sesuai disini adalah waktu dimana tidak terdapat gangguan, baik dari luar maupun dari dalam diri kita. Waktu yang sesuai disini hanya kita sendiri yang tahu kapan. Namun, sebagain besar orang percaya bahwa waktu yang baik untuk membaca, khususnya buku pelajaran, adalah di pagi hari.
2. Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai untuk membaca, yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang dan rapih menurut kita sendiri.
3. Pastikan posisi membaca kita adalah posisi yang benar. Posisi yang benar pada waktu membaca adalah duduk dengan posisi badan tegak, tidak bungkuk, dan pastikan jarak antara buku dengan mata kita kurang lebih 30cm.
4. Siapkan juga hal-hal yang biasanya membantu kita dalam membaca, seperti pensil atau spidol.
5. Ada baiknya sebelum belajar kita berdoa terlebih dahulu sesuai dengan kepercayaan masing-masing supaya ilmu yang kita dapat bermanfaat.

c. Berbagai Jenis Membaca
Terdapat 3 cara umum membaca di dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari apa tujuan proses membaca tersebut.
1. Membaca sebagai hiburan tanpa perlu memeras otak terlalu keras. Bacaan yang mengandung unsur hiburan disini contohnya novel, cerpen, komik, majalah ringan dll.
2. Membaca untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang tujuannya adalah mencari dan memahami ilmu yang terkandung dalam bacaan tersebut.
3. Membaca kritis. Membaca disini sama dengan membaca untuk mencari ilmu. Namun membaca disini diikuti oleh proses menelaah isi bacaan tersebut, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan apa itu?, mengapa bisa terjadi?, oleh siapa?, kapan?, dimana? dan bagaimana itu bisa terjadi? Dalam membaca kritis, kita membuat bacaan sebagai lawan yang harus dikalahkan dengan cara mengetahui dan memahami seluruh isinya.
Belajar dengan menggunakan metode membaca kritis akan menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Kita tidak hanya diminta untuk memahami isi bacaan tapi juga diajak berpikir kreatif mengenai isi tersebut. Tertarik dengan membaca kritis? Simak deh aturan main dalam membaca kritis di bawah ini :
a. Melakukan survei isi buku. Langkah awal yang harus kita lakukan adalah membaca terlebih dahulu bahan bacaan secara sepintas pada bagian-bagian tertentu saja. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran umum mengenai bacaan tersebut. Bagian-bagian yang perlu diperhatikan adalah:
- Paragraf awal, paragaraf akhir dan juga beberapa paragraph di tengah
- Bagian daftar isi, gambar-gambar, tabel dan grafik yang memiliki gambaran umum mengenai bacaan tersebut.
- Soal-soal yang mungkin terdapat dalam bacaan tersebut.
b. Membuat pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya akan timbul pada saat kita melakukan survei. Jika tidak terdapat pertanyaan, usahakan cari apa yang kita tidak mengerti, minimal ada sebuah kata yang kita tidak tahu artinya dan beri tanda pada bagian-bagian yang tidak dimengerti tersebut.
c. Membaca, merupakan langkah dominan dalam metode ini. Membaca disini sebagai langkah untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses survei. Baca dengan teliti dan seksama paragraf demi paragraf, bagian demi bagian untuk menangkap pokok-pokok pikiran dari tiap bagian. Usahakan jangan pindah bagian jika kita belum mengerti dan memahami bagian tersebut.
d. Evaluasi. Merupakan langkah dimana terdapat pertanyaan apakah kita sudah menguasai bahan? Yakinkan bahwa kita sudah memahami bahan bacaan tersebut. Jika belum, coba cari apa yang anda tidak mengerti dan temukan jawabannya.
e. Meninjau ulang. Merupakan langkah terakhir kita dalam membaca kritis. Cobalah kita tutup dulu bukunya, kemudian pikirkan apa yang sudah didapat dari bacaan tersebut. Tuliskan hasil pikiran tersebut dalam secarik kertas, dan bandingkan dengan apa yang terdapat pada buku bacaan.

d. Factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi Belajar Dipengaruhi Oleh Dua Faktor, Internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yakni kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian reinforcement yang tidak tepat.
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan fungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain adalah faktor genetik, luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, biokimia yang hilang, biokimia yang dapat merusak otak, gizi yang tidak memadai, dan pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikn perkembangan anak (Deprivasi lingkungan).
Belajar sebagai proses atau aktifitas disyaratkan oleh banyak sekali ha-hal atau factor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu adalah banyak sekali macamnya, terlalu banyak untu disebutkan satu per satu. Umtuk memudahkan pembicaraan dapat dilakukan klasifikasi demikian :
1. Faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa overlapping tetap ada, yaitu :
a. Factor-faktor non social, dan
b. Faktor-faktor social
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipin dapat lagi digolongkan lagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Faktor-faktor fisiologis, dan
b. Faktor-faktor psikologis.
Faktor-faktor Non Sosial Dalam Belajar. Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya : keadaan udara, suhu udsara, cuaca, waktu )pagi, atau siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan sebagainya yang bias kita sebut sebagai alat-alat pelajaran).
Semua factor yang telah disebutkan diatas itu, dan juga factor-faktor yang belum disebutkan harus kita atur sedemikin rupa, sehingga dapat membantu (menguntungkan) proses/perbuatan belajar secara maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran harus seberapa mungkin diusahakan untuk memenuhi syarat menurut pertimbangan psikologis.
Faktor-faktor Sosial Dalam Belajar. Faktor-faktor social disini adalah factor manusia (sesame manusia), baik manusia itu ada (hadir) mauoun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali mengganggu belajar itu.
Factor-faktor Fisiologis Dalam Belajar. Faktor-faktor fisiologis ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Tonis jasmani pada umumnya
Dapat dikatakan melatarbalakangi aktifitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lagi pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah. Dalam hubugan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan .
1. Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan sebagainya. Terlebih-lebih bagi anak-anak yang masih terlalu muda, pengaruh itu besar sekali. HAsil-hasil penyelidikan Danziger, Paul Lazarsfeld, Netschareffe, Else Liefmann, Holingworth, Baldwin yang dikutip oleh Ch. Buhler (1950: 105-112) kiranya dapat merupakan ilustrasi yang sangat berharga.
2. Beberapa penyakit kronis sangat mengganggu belajar itu. Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan yang sejenis dengan itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi dalam kenyataannya pengakit-penyakit semacam ini sangat mengganggu aktifitas belajar itu.
b. Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tentunya.
Keadaan Fungsi-fungsi Jasmani Tertentu Terutama Fungsi-fungsi Panca Indera
Orang mengenal dunia sekitar dan belajar dengan mempergunakan pancainderanya. Baiknya berfungsinya panca indera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam system persekolahan dewasa ini diantara panca indera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar panca indera anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif, seperti misalnya adanya pemeriksaan dokter secara periodic, penyediaan alat-alat pelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat, dan penempatan murid-murid secara baik di kelas (pada sekolah-sekolah), dan sebagainya.
Faktor-faktor Psikologis Dalam Belajar. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal-hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut :
- Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
- Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
- Adanya keinginan unutk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
- Adanya keinginan intuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
- Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila mengusai pelajaran
- Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar (Frandsen, 1961: 216).
Maslow (menurut Frandsen, 1961: 234) mengemukakan motof-motif untuk belajar itu ialah :
- Adanya kebutuhan fisik
- Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran
- Adanya kebutuhan akan kecintaan dan menerima dalam hubungan dengan orang lain
- Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
- Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
Adapun dalam hal yang lain tentang faktor yang mempengaruhi dalam belajar adalah memperkirakan kemungkinan sebab/faktor-faktor prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam empat kategori yaitu :
  1. Kondisi-Kondisi Fisiolois Yang Permanent
  1. Intelegensi Yang Terbatas
Setiap anak sejak dilahirkan telah memiliki kecerdasan yang berbeda-beda atau bervariasi, meskipun mereka telah memiliki usia kalender yang sama tetapi kemampuan mentalnya belum tentu sama.
  1. Hambatan Persepsi
Mengalami gangguan oleh mekanisme penafsiran atau persepsi image sehingga salah menafsirkan informasi.
  1. Hambatan Penglihatan dan Pendengaran
Indera yang terpenting untuk belajar di sekolah adalah penglihatan dan pendengaran. Apabila kedua indra ini mengalami gangguan, maka siswa sudah pasti akan susah untuk menerima materi dari pendidik.
  1. Kondisi-Kondisi Fisiologis Temporer
a. Masalah makanan
b. Kecanduan (Drugs)
c. Kecapekan dan kelelahan
  1. Kondisi-Kondisi Lingkungan Yang Permanent
Harapan orang tua yang selalu tinggi tanpa memperhatikan kemampuan atau taraf intelegensi anak Konflik keluarga yang menyebabkan anak mengalami kecemasan batin sehingga menimbulkan kesulitan.
  1. Pengaruh Kondisi Lingkungan Social Yang Temporer
    1. Ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami
    2. Kurang adanya motivasi yang merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar
e. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Prestasi Belajar
- Tipe gaya belajar seseorang
Belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Ini berarti, bahwa orang mesti mengumpulkan fakta-fakta sebanyk-banyaknya. Jika konsep ini yang dipakai orang, maka pada orang itu masih dipertanyakan, apakah dengan belajar dengan semacam itu orang menjadi tumbuh dan berkembang. Orang yang belajar dengan memakai konsep ini menjadikan dirinya ibarat botol kosong yang perlu dituangi air. Apabila air dituangkan sebanyak-banyaknya ke dalam botol kosong, dapat kita bayangkan, berapa banyak yang dapat masuk dan dari sebanyak yang masuk itu tentunya sesuai dengan daya tamping botolnya.
Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Perbedaan pendapat orang tentang arti belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. BAnyak jenis kegiatan yang oelh kebanyakanorang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar misalnya menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata, mengumpulkan fakta-fakta, menghafalkan lag, menghitung dan mengerjakan soal-soal matematika, dan sebagainya. Tidak semua kegiatan dapat tergolong sebagai kegiatan belajar misalnya : melamun, marah, menjiplak, dan menikmati hiburan.
Dengan kenyataan diatas, terdapat banyak definisi belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi menurut para ahli.
Menurut James O. Wittaker, belajar dapat didefinsikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered thraogh training or experience.” (Whittaker, 1970: 15)
Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelemahan, penyakit, atau pertumbuhan oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul “Education Psychology” sebagai berikut “
Learning is shown by change in behavior as a result of expe-rience.” (Cronbach,1954: p.47).
Dengan demikian, belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langhsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya.

UJI COBA ANGKET

Setiap usaha pengukuran selalu diarahkan untuk mencapai tingkat obyektivitas yaitu dengan menguji validitas dan reliabilitas alat ukur. Masalah kesahihan dan reliabilitas alat ukur ini semakin serius apabila pengukuran tersebut dikenakan pada gejala-gejala social (Hadi, 1992).

a. Uji kesahihan Butir (Validitas)
Menurut Azwar (1986) para ahli psikometri telah menetapkan kriteria bagi suatu alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang tidak menyesatkan. Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan praktis.
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).
Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya reliabilitas dan validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi yang keliru mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, maka keputusan itu tentu bukan merupakan suatu keputusan yang tepat.
Istilah validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988) membagi validitas menjadi concurrent validity, construct validity, face validity, factorial validity, empirical validity, intrinsic validity, predictive validity, content validity, dan curricular validity. Keterangannya:
Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.
Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
?Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
?Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
?Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.
Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.
Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
Validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Yang didasarkan pada alasan bahwa validitas isi bertujuan untuk melihat kesesuaian butir-butir dalam angket yang mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Validitas isi dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi yang diungkap dengan cara mengkorelasikan skor setiap butir dengan skor totalnya.

b. Uji Keandalan butir (reliabilitas)
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat statistik.
Reliabilitas bisa disebut sebagai uji keajegan atau konsistensi alat ukur. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi adalah alat ukur yang stabil yang serlalu memberikan hasil yang relatif konstan. Tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur dinyatakan dengan angka yang disebut koefisien reliabilitas. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0 sampai 1 dan tidak ada patokan yang pasti. Besar koefisien reliabilitas yang baik adalah sebesar mungkin, mendekati 1,00 yang disebut sempurna (Azwar, 1997)
11. Analisis data
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga tahap utama:
1. Persiapan: mengecek nama, isisan, dan macam data.
2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode, mengubah jenis data, dan coding dalam coding form.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian:
a. Penelitian deskriptif : presentase dan komparasi engan criteria yang telah ditentukan
b. Penelitian komparasi: dengan berbagai teknik korelasi sesuai dengan jenis data.
c. Penelitian eksperimen: diuji hasilnya dengan t-test.
Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru data mentah, maka sebelum di analisis, data mentah tersebut diolah lebih dahulu sebelum dianalisis dengan tehnik analisis tertentu. Dan secara umum teknik analisa data untuk kuantitatif menggunakan metode statistic, dan agar mudah biasanya di bantu oleh program komputer, seperti SPSS, SPS, Minitab, MS exel, dll. Terdapat dua macam statistic yang digunakan untuk analisa data dalam penelitian, yaitu: statistic deskriptif dan statistic inferensial. Statistic inferensial meliputi statistic parametris dan statistic non parametris.
Dalam penelitian ini, menggunakan statistic inferensia dan juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat membantu dalam penelitian ini.
Bila persyaratan penggunaan teknik analisis statistic benar, maka hasilnya dapat digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis atau untuk menolak atau menerima teori yang diujinya. Sebagimana diketahui bahwa tujuan akhir penelitian kuantitatif ialah untuk menguji teori. Oleh karena itu, lengkapnya data yang dikumpulkan dari uji validitas dan uji reliabilitas merupakan criteria mutu hasil penelitian. Sebab, data yang tidak valid dan tidak reliable berarti data itu salah dan tidak dapat dipercaya, sehingga kalau data itu dianalisis, hasilnya juga akan salah.
Berdasarkan skala pengukurannya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval, yaitu data yang selain mengandung unsure penemaan urutan juga memiliki sifat interval (selangnya bermakna). Disamping itu data ini memiliki cirri angka nolnya tidak mutlak. Skala interval memiliki cirri matematis additivity, artinya kita dapat menambah atau mengurangi.
Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data dengan metode statistic parametik. Karena statistic parametik dapat dilakukan jika sample yang akan dipakai berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jumlah data yang digunakan dalam analisis ini minimal 30 sampel dan menggunakan yang berupa data interval dan ratio. Ini sangat berkaitan dengan data Interval yang telah digunakan sebelumnya.
Dalam penelitian ini, menggunakan analisis hubungan (Korelasi). Karena digunakan untuk menguji hubungan antara 2 variabel atau lebih, apakah kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan yang signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat hubungan tersebut. Secara umum korelasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Product momen: uji ini untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel atau lebih dengan asumsi jenis datanya interval dan rasio serta distribusi datanya nomal. Pengujian kenormalan data dengan menggnakan kolmogorow-smirnov test for goodness of fit. Jika data penelitian menunjukkan dsitribusi normal maka terdapat tiga statistic parametik yang mungkin digunakan yaitu korekasi pearson product moment, korelasi ganda dan korelasi parsial. Statistic parametik yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan data yang terdistribusi normal adalah korelasi person product moment karena data berbentuk ratio, hanya terdiri dari dua variable, dan tidak ada yang dikendalikan atau tidak ada hubungan timbale balik.
Untuk menguji penerimaan atau penolakan Ho telah ditentukan untuk menggunakan 2 arah (two sided test). Tahap dari penggunaan rumus korelasi diatas adalah:
a. Menggunakan rumus korelasi untuk mendapatkan r hitung
b. Menentukan tingkat signifikansi (level of significance) yaitu sebesar 5 %.
c. Melihat nilai kritis menurut table nilai t dengan tingkat signifikansi sebesar 5 %.
d. Mengambil kesimpulan apakah menerima atau menolak Ho dengan membandingkan antara nilai r hitung dan r tabel.
2. Karena data yang digunakan berupa ata interval, maka analisis datanya juga menggunakan korelasi spearman rank, yaitu digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel.
UJI VALIDITAS
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk menguji tingkat validitas instrumen penelitiannya, maka digunakan rumus teknik korelasi product moment dari pearson.
Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah melalui analisis butir-butir, dimana untuk menguji setiap butir skor total valid tidaknya suatu item dapat diketahui dengan membandingkan antara angka korelasi product moment pearson (r Hitung) pada level signifikansi 0,05 nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana nilai korelasinya lebih besar dari 0,3.
UJI RELIABILITAS
Uji realibilitas adalah dengan menguji skor antar item dengan tingkat signifikansi 0,05 sehingga apabila angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, berarti item tersebut dikatakan reliabel. Uji Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrumen ini.


Sumber :